[FILM REVIEW] - Fantastic Beasts (3): The Secret of Dumbledore - Sesuai Ekspektasi (Ekspektasi yang Mana?)

Juni 14, 2022

Di akhir pekan itu kami nonton berempat, aku bersama teman-teman kantorku. Tujuan utama kami sebenarnya main ke proyek dulu, baru kemudian ke bioskop. Lokasi yang jauh jadi kesempatan untuk bercerita di sepanjang perjalanan tentang apa yang akan kami tonton waktu itu, Fantastic Beasts 3. Kebetulan mereka belum pada nonton sekuel pendahulunya, jadilah saya bertugas sebagai perangkum plot. (Kebetulan pula saya satu-satunya penggemar Harry Potter di sini.)

Saya tarik kembali lagi ingatan menonton Fantastic Beasts 1, pengalaman yang sangat baik. Tidak sedramatis Harry Potter yang merupakan pusat universe dari Wizarding World, tetapi berhasil memperlihatkan dunia yang berbeda dengan Amerika yang diliputi konflik antara dunia muggle dan dunia penyihir sebagai latarnya, kemudian dilengkapi dengan petualangan yang lugu dan penuh kelembutan dari karakter utama kita, Newt Scamander dan binatang-binatang magisnya.

Fantastic Beasts 2 cukup menarik pada bagian relasi dengan Albus Dumbledore, Hogwarts, dan fakta-fakta yang telah diperkenalkan lewat seri Harry Potter. Di sini juga karakter Grindelwald yang kejam dan visi-visinya untuk dunia berhasil dibentuk. Namun, sisa plotnya, terutama tentang karakter-karakter baru lainnya kurang melekat di kepala saya, apalagi misteri yang meliputinya dibuat terlalu kompleks dan terkesan mengada-ada. Di sini Newt Scamander yang sudah berhasil memikat hati penonton, mulai berkurang porsinya, begitu pula dengan hewan-hewan magisnya—hal yang aneh mengingat judul utama film ini sendiri merujuk pada hewan-hewan tersebut.

Saya jujur-jujuran dengan teman-teman saya, “Sebenarnya ekspektasiku untuk film ketiga ini sangat rendah.” J.K. Rowling yang penulis Harry Potter duduk di kursi penulis naskah untuk seri baru ini dan performanya cukup baik di film pertama. Namun, treatment naskah terlihat memburuk di instalmen kedua. Terlihat bagaimana konflik yang dipersiapkan sebenarnya butuh lebih banyak durasi. Sepertinya Rowling perlu lebih banyak waktu untuk meramu plot yang sesuai dengan format film, media barunya setelah puluhan tahun menulis untuk format novel.

Selain itu, pengikut Harry Potter pasti sudah tahu bagaimana J.K. Rowling mengacaukan universe yang ia buat sendiri dengan menyebutkan fakta-fakta baru yang tidak masuk akal terkait tokoh-tokohnya di Harry Potter (yang bahkan sudah lama dirilis) untuk membuatnya lebih relevan dengan isu zaman sekarang, seperti rasisme, LGBT, dan sebagainya. Saya memiliki kekhawatiran, franchise Fantastic Beasts ini akan berakhir mengenaskan apabila Rowling tidak bisa mengatur ambisinya tersebut, alih-alih fokus pada jalan cerita.

Benar saja, ekspektasi saya terjawab dengan film sepanjang 2,5 jam yang membuat saya agak menyesal mengeluarkan uang di akhir pekan untuk menontonnya. Cerita berkembang tanpa arah. Kita semua paham bahwa Albus, Newt dan yang lainnya harus menggagalkan rencana Grindelwald, apa pun itu. Sayangnya penjelasan hanya berhenti di situ. Kita bahkan tidak tahu apa yang menjadi tujuan Grindelwald dalam film ini, apalagi tujuan Albus yang meminta timnya untuk mengelabui musuh dengan berbagai rencana tanpa memberikan alasan. Sebenarnya hal ini bisa menjadi senjata yang kuat apabila penulis cukup cermat bermain kartu. Akan tetapi, banyak peristiwa muncul secara tiba-tiba tanpa penjelasan konteks yang cukup sehingga penonton tersesat dalam plot. 

Hal itu belum ditambah dengan absennya tokoh-tokoh penting dari instalmen sebelumnya seperti Tina Goldstein dan Nagini. Credence yang sebelumnya merupakan tokoh kunci, tiba-tiba turun drastis derajatnya di film ini, langsung selesai perannya di babak-babak awal lalu dibuang dan masuk sub-plot lain yang underwhelming, lagi-lagi karena tidak didukung build-up konteks yang kuat. Kehadiran Yusuf Kama di sini tidak lebih baik daripada kemunculannya di seri kedua yang seperti dibuat-buat, bahkan lebih buruk, tidak ada pun tidak apa-apa.

Satu hal yang paling disayangkan dari film ketiga ini adalah bagaimana ia tidak ramah pada penonton yang bukan penikmat Harry Potter. Banyak referensi-referensi yang akan membuat orang awam kebingungan. Bagi penikmat Harry Potter pun, ada beberapa trik sihir baru yang dibiarkan berlalu tanpa penjelasan, mengabaikan rasa penasaran penonton. Padahal mengetahui bagaimana sihir bekerja selama ini menjadi keseruan seri Harry Potter, dan hal tersebut dijembatani lewat tokoh-tokohnya yang juga baru belajar sihir. Di Fantastic Beasts sebenarnya kita punya Jacob Kowalski yang merupakan seorang muggle, tetapi sayangnya perannya pada film ketiga ini disia-siakan.

Oh, jangan tanyakan soal Newt, jelas signifikansi perannya semakin tersisih di sini, upayanya menyelamatkan situasi dengan hewan-hewannya sudah seperti filler saja. Fokus film sudah benar-benar beralih pada Dumbledore dan Grindelwald yang akhirnya secara resmi ditampilkan sebagai pasangan gay yang sedang bermusuhan. Tegangan antara keduanya sebenarnya sudah terbangun dengan cukup baik, tetapi lagi-lagi diakhiri dengan penyelesaian yang mengecewakan. Beberapa kalangan juga mempermasalahkan aktor Mads Mikkelsen yang menggantikan posisi Johnny Depp sebagai Grindelwald dalam film ini. Namun, dari naskahnya sendiri, saya rasa tokoh Grindelwald tidak digambarkan seberpengaruh itu. Strateginya untuk menguasai dunia kali ini juga gagal melampaui kengerian yang tercipta di film sebelumnya.

Ekspektasi saya yang rendah terhadap Fanstastic Beasts 3 pada akhirnya bertemu dengan kualitas naskah yang demikian adanya. Hal ini sangat disayangkan, mengingat Steve Kloves sang produser yang sebelumnya menulis adaptasi naskah untuk seluruh film Harry Potter bahkan sudah turun tangan juga dalam penulisan film ini. Pada titik ini, ekspektasi saya untuk film selanjutnya sudah tak tersisa. 

Apabila Anda belum menonton film ini, ada baiknya tetaplah demikian. Gunakanlah uang dan kuota data Anda untuk menonton film lainnya. Kecuali telah terbukti film keempatnya layak untuk ditonton. Walau saya sendiri tidak yakin akan hal itu.

You Might Also Like

0 comment

Subscribe