Mengapa Mencintai dan Memiliki adalah Dua Hal yang Berbeda

Juni 29, 2022

Aku punya satu lingkar pertemanan yang terbentuk karena kesukaan kami terhadap buku. Sejak 2017 hingga sekarang, kami masih membicarakan buku, walau tidak sering. Terkadang bicara hal random juga. Namun, tidak biasanya, alih-alih membicarakan buku atau hal bodoh lainnya, malam itu, via Zoom, kami berlima buka-bukaan tentang pengalaman masing-masing dengan cinta. Ya Allah, apakah kami sudah sebucin itu karena semakin tua? Well, apa lagi yang bisa dilakukan lima orang jomblo ketika berkumpul di malam Minggu?

Ya, berhubung kami semua sedang single dan kebanyakan belum pernah pacaran, bahasan akhirnya dimulai dari persoalan mencintai secara sepihak.

Sebut saja Riziq, ia membagikan sebuah petuah dari seniornya yang kira-kira berbunyi seperti ini:

Menyukai orang itu hal yang biasa. Nah, kemungkinan orang itu suka balik ke kita adalah yang tidak biasa. Keajaiban. Jadi, tidaklah perlu mengharap kembali perasaannya. Act of kindness aja.

Banyak kalimat dalam nuansa seperti ini sudah kudengar. Namun, entah kenapa kali ini terasa lebih mengena. Mungkin karena aku sudah tiba pada usia di mana kita tidak bisa diam-diam saja dan harus mengambil tindakan terhadap rasa yang kita miliki.

Teman lain, sebut saja Galih, membagikan pengalamannya soal ini. “Kalau kita mencintai itu harusnya kita merasa bahagia, sih. Terlepas dari orang itu memberikan timbal balik atau tidak. Aku kek gitu, ya, apalagi pas PDKT. Kek fokus aja gitu untuk tahu lebih banyak soal orang ini dan berbuat baik ke dia. Kalau aku mulai berharap untuk mendapatkan sesuatu dari orang yang kusuka, di situ perasaan mulai gak sehat dan aku gak merasa bahagia lagi. Menurutku itu udah bukan mencintai lagi, sih.”

“Terus gimana kalau udah pacaran, atau menikah? Bukannya mereka juga saling mengharapkan sesuatu? Apa artinya mereka tidak mencintai? ”

Pertanyaan barusan tidak terlontar semulus itu. Kami sempat ribut menemukan diksi yang tepat untuk mengekspresikannya. Setelah itu, giliran kami ribut soal jawaban mana yang lebih baik dan bisa memuaskan semua orang.

“Ya, sebenarnya mengharap sesuatu dari orang lain itu hal yang wajar gak, sih?” Aku manggut-manggut.

Tapi kurasa pada akhirnya rasa cinta itu tanggung jawab kita masing-masing. Orang bisa datang dan pergi kapan aja, kan? Hatinya bisa dibolak-balikkan juga sama Allah. Pacaran atau nikah sama seseorang gak bisa membuat kita memiliki orang itu. Kita gak bisa menahan dia kalau dia mau pergi.”

Nggak taking that person for granted, ya?” That came out quite random but we got the idea

Ketika kita merasa memiliki seseorang, timbal balik dari orang itu terkesan seperti sebuah keharusan dan kita bersedih atau marah ketika tidak mendapatkan hal itu. Namun, bila kita tidak merasa memiliki orang itu, kita akan menjadi bersyukur pada setiap perbuatannya untuk kita, sekecil apa pun itu, karena itu merupakan pilihannya. Ia bisa saja memilih untuk tidak berbuat apa pun, atau justru membenci kita, tetapi ternyata ia memilih untuk berbuat baik pada kita.

Pembicaraan kami masih berlanjut hingga empat jam lamanya dengan topik-topik lain yang terasa mengalir begitu saja. Namun, bahasan tadi jadi salah satu yang paling mengena. Entah kapan aku akan menyukai seseorang lagi, tetapi saat itu tiba, kuharap aku bisa merasa lebih bebas dan nyaman dengan perasaanku sendiri.

You Might Also Like

0 comment

Subscribe