[Book Review] Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1990 (2014) - Bukan Cuma Soal Baper

Januari 22, 2018

"Milea, kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu.
Enggak tahu kalau sore. Tunggu aja"

(Dilan 1990)

"Milea, jangan pernah bilang ke aku ada yang menyakitimu,
nanti, besoknya, orang itu akan hilang."
(Dilan 1990)

"Cinta sejati adalah kenyamanan, kepercayaan, dan dukungan.
Kalau kamu tidak setuju, aku tidak peduli."
(Milea 1990)

JUDUL: "Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1990"
PENULIS: Pidi Baiq
ILUSTRATOR: Pidi Baiq
GENRE: Novel Remaja
PENERBIT: Pastel Books (Mizan Group)
TANGGAL TERBIT: Jumada Al-Tsaniyah 1436 H/April 2014
Jumlah Halaman: 332 halaman

PROLOG

Saya mengenal Pidi Baiq sebelum "Dilan" terbit. Dibanding pembawaan cerita yang romantis, saya lebih familiar dengan beliau lewat serial Drunkennya yang ditulis dengan tata bahasa super tidak baku dan cerita kesehariannya yang absurd lucu lucu receh gimanaa gitu, tapi sarat makna.

Kesukaan saya pada sosok Surayah mengantarkan saya pada media beliau yang lain; twitter, blog, dan The Panas Dalam, band besutan beliau yang beliau imami sendiri. Ketiga media tersebut (plus IG sekarang) dibawakan dengan kesan yang sama dengan serial Drunken; lucu, nyleneh, plintar plintir kata dan makna. Ini menandakan orisinatilas karakter Pidi Baiq.

Dilan, sebelum dicetak menjadi buku pernah dipublish di blog pribadi Suraya beberupa beberapa potong bab awal. Saya sempat baca dan lumayan kage karena gaya penulisan yang jauh dari biasanya, kali ini "cenderung normal". Kaget lagi dengan bau-bau romance di dalamnya lantaran unsur tersebut jarang dimasukkan dalam tulisan-tulisan Pidi Baiq sebelumnya.

Kekagetan saya adalah hal positif tentunya, mengingat saya ikuta nyamber novel ini dari toko buku beberapa bulan sejak pertam terbit. Namun, di luar dugaan, setelah beberapa bab, saya berhenti baca dan tidak lanjut sampai lama sekali. 

Sepertinya saat itu saya kesal karena seakan Suraya mulai bergerak mengikuti minat pasar yang lebih demen sama novel romantis. Semua yang saya baca di "Dilan 1990" waktu itu terasa sangat cheesy dan meaningless. Mungkin salah saya juga waktu itu berharap mendapat hal yang sama seperti di Serial Drunken. Apalah daya, membaca "Dilan" tidak mampun memenuhi hasrat kerecehan saya.

Ditambah setelah itu novel "Dilan" sukses besar, popularitas Pidi Baiq melejit, dan banyak fans baru yang tergila-gila pada Dilan tapi tidak mengenal Pidi Baiq sebelum Dilan, saya jadi sentimen, mutung, dan tidak melanjutkan buku tersebut. Haha. Tidak juga bergeming bahkan setelah novel kedua dan ketiganya keluar di pasaran.

Baru tiga tahun kemudian, di tengah bulan September 2017, ketika novel "Dilan" akan diangkat ke layar lebar, saya pun tergugah untuk membacanya lagi.

Usai membaca ulang Drunken Monster dan tersentak karena bisa menggali makna yang lebih dalam dibanding saat pertama kali membacanya, membaca lagi "Dilan" memberikan efek yang sama. Ternyata, ada hal-hal yang tidak bisa dilihat oleh saya yang tiga tahun lalu, yang masih fresh dari SMA dan sedang menyelesaikan semester pertamanya sebagai mahasiswa.


REVIEW "DILAN"

SETTING DAN KARAKTER UTAMA

Novel ini menceritakan kisah Milea, siswa pindahaan dari Jakarta yang bertemu Dilan di SMA barunya di Bandung. Dengan latar waktu tahun 1990, cerita ini punya modal positif untuk menonjol di tengah generasi remaja masa kini (meski bukan itu yang jadi poin utama Pidi Baiq menulis cerita ini). Alur diawali dengan perkenalan dari Milea masa kini yang telah menikah dan tinggal di Jakarta. Di suatu malam, ia bernostalgia dan mulai menuturkan kisah berkesannya bersama Dilan.

Sampai titik ini, Pidi Baiq sudah membuat kita penasaran dan bertanya-tanya:
"Apakah Dilan dan suami Milea adalah orang yang sama?"

Bab kedua hingga bab ke-24 adalah kisah Milea tahun 1990. Bab ke-25 yang sangat singkat adalah sebuah penutupan dari Milea masa kini. Ia berkata bahwa ia sedang sangat rindu, entah pada siapa. Mungkin pada Dilan yang baru saja ia kisahkan sebuku banyaknya, atau pada suaminya yang misterius.


Karakter Milea sendiri, mengamati dari reaksinya terhadap karakter Dilan, awalnya merupakan gadis yang super normal. Bisa dibilang ia tipe yang mengikuti arus, mengikuti arahan lingkungannya. Milea sebelum pindha ke Bandung mampu mempertahankan pacar dengan temperamen superburuk, mungkin karena sudah terlanjur sayang. Setidaknya begitu, sebelum Dilan mulai memasuki kehidupan Milea.


Karakter Dilan digambarkan sebagai pemuda SMA yang nyeleneh dan jahil, ketua geng motor, sering melanggar aturan sekolah, semaunya sendiri, tapi diam-diam cerdas, humble, dan sangat loyal. Seberapa nyeleneh dan jahilnya Dilan? Well, dari dua baris quote Dilan di atas, pasti sudah kebayang kan? Sebagai tambahan, Dilan dikisahkan pernah memberikan hadiah pada Milea berupa TTS disertai pesan:
"SELAMAT ULANG TAHUN, MILEA.
INI HADIAH UNTUKMU, CUMA TTS.
TAPI SUDAH KUISI SEMUA.
AKU SAYANG KAMU
AKU TIDAK MAU KAMU PUSING
KARENA HARUS MENGISINYA.
DILAN!"

Keunikan karakter Dilan ini yang nantinya memberi warna pada novel ini. Seperti biasa, Pidi Baiq membuai kita dengan diksi percakapannya yang nyeleneh, muter-muter, dan membuat terkejut. Namun, kali ini dalam konteks romansa. Alih-alih ifil atau kesel (seperti kalau baca Serial Drunken, wkwk), paduan karakter nyleneh dan romansa ternyata berhasil membuat baper sebagian besar dari kita. Sebagian bahkan menjadikan karakter Dilan sebagai role model baru dalam upaya menggaet pasangan. 

Surayah, lihat apa yang telah kau perbuat! Wgkwk.


KONFLIK DAN PERKEMBANGAN KARAKTER

Kisah Dilan Milea sangat manis. Namun, jelas bukan tanpa halang rintangan. Seperti fitrahnya, konflik-konflik dalam cerita ini punya peran signifikan dalam perkembangan karakter utamanya.

Dari sisi Milea, ia punya masalah dengan beberapa pria yang tertarik padanya. Pertama, ada Beni, pacar Milea di Jakarta yang cemburuan dan berakhlah superburuk kalau sedang dipenuhi emosi. Ada juga Nandan, kawan sekelas Milea di Bandung yang mencoba memenangkan hati Milea dengan kepintaran dan hadiah-hadiahnya yang w.o.w. Ada lagi Kang Adi, mahasiswa senior ITB yang merasa bisa mendapatkan hati Milea setelah memamerkan "kedewasaanya".

Masalah-masalah Dilan, di lain sisi, sedikit berbeda. Dilan lebih fokus pada kawan-kawannya dan prinsip-prinsip yang dia yakini; ada Anhar, sobat segeng motornya yang sedikit lebih nakal dan sedikit sentimen pada Milea, dan ada Pak Suripto, salah seorang guru di SMA tersebut yang hobi menarget Dilan dkk untuk disalah-salahkan, dan yang gak kalah bombastis adalah geng motor yang dipimpin oleh Dilan. Meski begitu, Dilan juga tidak bebas dari incaran lawan jenis: ada Susi, salah satu siswi populer di SMA yang dikabarkan pernah ngaku-ngaku pacarnya Dilan dan jadi sangat sentimen pada Milea sejak terdengar kabar bahwa Dilan mendekati Milea.

 

Dari respon-respon karakter utama terhadap masalah-masalah tersebut, saya menangkap beberapa hal:

- Milea belajar mengenai ketulusan, kesetiaan, dan kesederhanaan
Di hari ulang tahunnya, ketika pria-pria pengincar Milea memberinya hadih-hadiah besar dan surprise party, Dilan datang memberinya TTS. Iya TTS yang sudah diisi semua itu. Tentu Dilan menjadi menarik bagi Milea. Pada peristiwa-peristiwa setelahnya, tak lagi sekadar persoalan unik, bagi Milea Dilan adalah yang terbaik dalam memahaminya, yang mampu memberi apa yang dibutuhkan Milea dengan sederhana tanpa keinginan untuk dipuji atau apa pun. Dari sini, Milea mulai mencari ketulusan yang ia temukan dalam Dilan dalam diri teman-teman dan orang-orang di sekitarnya, sehingga ia juga mulai selektif terhadap lingkaran pertemenan dan interaksinya dengan orang lain. Milea mulai memahami hal-hal apa saja yang berharga baginya.

- "Don't judge a book by its cover."
Cukup mudah untuk tidak menyukai sosok seperti Dilan di kehidupan nyata: usil, ketua geng motor, suka berulah, dan super random. Milea sendiri sempat menolak kehadiran Dilan di awal-awal pertemuan mereka. Namun, Milea juga tergerak untuk menggali lebih dalam lagi soal Dilan dan menemukan hal-hal yang akhirnya membuat kita juga menyayangi karakter Dilan.

- Integritas
Masuk ke bab-bab klimaks, kita makin tersadar bahwa Dilan adalah anak yang cerdas dan berprinsip. Kecerdasannya memeras prinsip menjadi asas terdasar mungkin menyulitkan orang lain di sekitarnya karena Dilan jadi punya gaya bertindak yang berbeda, ekstrimnya dianggap menyimpang. Namun, sebenarnya itu upaya Dilan menyelematkan dirinya dan prinsipnya dari aturan yang terkadang justru membatasi prinsip-prinsip itu sendiri. Terlepas dari emosinya yang meluap-luap, tokoh Dilan menunjukkan integritas tinggi dalam menjaga hal-hal yang berharga baginya. Ia juga memiliki keberanian untuk bertindak kala melihat kebatilan, bahkan ketika si pelaku kebatilan adalah sahabatnya sendiri, atau orang yang posisinya lebih tinggi darinya.
Keberanian ini pada akhirnya menular pada Milea di mana makin ke belakang, Milea mulai melakukan tindakan-tindakan untuk menjaga hal-hal yang berharga baginya. Hal ini berkebalikan dengan karakter Milea sebelumnya yang cenderung pasrah dan ngikut aja.

Sampai poin ini, saya jadi teringat karakter story-telling Hayao mazaki yang selalu membuat karakternya berkembang seiring jalannya cerita. However, setelah mengamati kembali, di antara Dilan dan Milea, hanya Milea yang benar-benar mengalami perkembangan. Milealah yang mengalami proses pembelajaran. Mungkin karena POV juga dari Milea, argumen ini menjadi semakin kuat. Sedangkan karakter Dilan tetap dari awal hingga akhir, yang terlihat seperti perubahan sikap sesungguhnya adalah bentuk respon yang meningkat intensitasnya, tetapi masih dari sifat karakter yang sama.


KECERDASAN STORY-TELLING PIDI BAIQ

Milea terasa sangat nyata, nyewek sekali. Detil-detil kecewekannya yang memukau membuatku seolah lupa kalau yang menulis ini adalah Pidi Baiq, ia yang gaya tulisan sebelumnya terkesan serampangan dan "laki banget lah".

Well, memang benar dan telah diimani oleh ummat The Pandal  kalau Milea merupakan karakter nyata. Maka sebenarnya cenderung lebih mudah untuk memberikan detil ketika ada presedennya (contoh). Namun, kemampuan Surayah untuk meresapi karakter dan membuat penuturannya terasa sangat sempurnalah yang jadi kesuksesan karakter Milea. 

Ada poin-poin di mana aku merasa Pidi Baiq pindah kelamin sebentar saat ia menulisnya:
- ketika Milea fangirling Dilan di babak penyisihan cerdas cermat
- ketika Milea mati-matian jaga gengsi dalam mengorek informasi soal Dilan dari Wati, sepupu Dilan
- ketika Milea malu-malu curhat pada Piyan, sahabat Dilan
- setiap saat Milea kesengsem dengan perhatian yang diberikan Dilan
- dll
Aigoo, harusnya saya gak kaget karena Pidi Baiq sesungguhnya telah menunjukkan kemampuan ini sebelumnya dalam lagu "Rintihan Kuntilanak", wkwk.



SOAL SIAPA SOSOK DILAN SESUNGGUHNYA

Sosok Milea sudah terkuak. Dilan masih menjadi misteri.

However, banyak ummat The Pandal mengimani bahwa Dilan adalah Surayah sendiri. Dari segi karakter saja, sangat sulit untuk mengatakan bahwa Dilan tidak mengingatkan kita pada Surayah. Beberapa klue kuat yang mendukung asumsi ini adalah bahwa tokoh asli Dilan sekarang tinggal di Bandung dan surat Pidi Baiq pada Piyan yang ditulis layaknya menulis pada sahabat dekat, dan di surat itu Surayah meminta izin untuk menyantumkan kisah masa cilik mereka di buku Drunken Marmut (2009).

Namun, di salah satu tulisan Suraya di blog pribadinya, Surayah menceritakan momen ketika ia bertemu dengan Milea masa kini dan membicarakan soal buku, royalti, setor data, dan lain-lain. Di situ tersirat bahwa Dilan bukanlah Pidi Baiq. 

Aigoo, membingungkan. Cara terbaik adalah untuk menunggu dan membaca kisah mereka hingga habis. Jangan nggantung ya, Surayah :)




EPILOG: "DILAN" ADALAH SEBUAH KEJUTAN
Ada yang bilang Milea alay, ada yang bilang tata bahasa buku "Dilan" kacau, garing, dan lain-lain. Namun, seperti ketika akhirnya saya ikhlas dengan keabsurdan Serial Drunken dan malah jadi sangat suka dengannya, akhirnya saya juga ikhlas dengan "Dilan" dan segala yang di dalamnya. Segala celah dan kekurangan dianggap sebagai sebuah kesatuan yang membentuk karakter buku "Dilan". Ia adalah kejutan bagi siapa saja yang mengagumi sosok Surayah.

Saya pun berharap bisa mendapat efek yang sama ketika filmnya keluar tanggal 25 bulan ini. Meskipun sebenarnya saya agak kecewa waktu nonton trailernya karena rayuan Dilan terdengar kaku dan hilang aura kejahilannya. Hehe. Semoga seperti yang dibilang Surayah, kekecewaan kita dapat terobati setelah menonton filmnya. Aamiin.

Pokoknya good job lah Surayah. Gambar Surayah juga sangat bagus :"))
Coba kalau saya jadi kuliah di Bandung, pasti sudah saya bawakan kue ke rumah ayah!


Yogyakarta, 21-22 Januari 2018
Ditulis untuk Challange Liburan "Catatan Kaki"

You Might Also Like

0 comment

Subscribe