[REINTERPRETASI] #nowplaying

April 08, 2018

Alessandro Gottardo
Sebelum saya melanjutkan serial ini, saya rasa saya perlu meluruskan beberapa hal yang mengganggu pikiran saya sejak saya memulai lagi serial ini pada Oktober tahun lalu. Apalagi dengan dirilisnya tulisan reinterpretasi blog ini, tampaknya banyak hal yang harus dibenahi dalam kepenulisan #nowplaying.


INVISIBLE IMPACT

Sejak awal membuat blog ini saya memang sudah sering sharing tentang musik-musik yang saya dengarkan. Blog ini juga menjadi saksi sepak terjang saya di dunia kpop selama tahun 2010 hingga tahun 2014, dan sekarang berlanjut lagi. Kalau ngomongin selera musik, sebenarnya musik yang saya dengarkan gak terbatas di kpop saja. Pernah saya sampaikan di #nowplaying Oktober 2017 bahwa saya juga menyukai musik indie selama kuliah.

Namun, terlepas dari genre, musik, layaknya buku, film, dan media informasi lainnya pasti membawa nilai atau filosofi tersendiri dan sedikit banyak membawa pengaruh bagi mereka yang menikmatinya, tidak terkecuali saja. Menikmati musik memang menyenangkan, seringkali sampai tidak menyadari atau pura-pura mengabaikan cara penyampaiannya yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang saya anut. Industri musik barat dan Korea tentunya menjadi contoh yang sangat relevan dalam kasus ini, lewat kisah percintaan yang berlebihan, lirik, kostum, dan koreografi sensual, serta semakin banyaknya pengangkatan isu LGBT sebagai hal yang lumrah.

Meskipun secara fisik dan dalam keseharian saya tidak terlihat kecenderungan meniru hal-hal tersebut, kenyataan bahwa saya menikmati beberapa produk tersebut mengganggu pikiran saya. Saya khawatir apabila secara tidak sadar saya mulai membangun toleransi terhadap kebatilan. Beruntung saya ditempatkan Allah di Indonesia, negara dengan mayoritas muslim yang juga masih menjunjung tinggi etika dan nilai moral. Lalu bagaimana jika nantinya saya harus menghadapi lingkungan yang jauh berbeda atau jika terjadi pergeseran nilai di lingkungan saya sendiri?

Membagi lagu-lagu tersebut di blog ini menjadi permasalahan selanjutnya. Let’s say saya sudah dewasa dan bisa membedakan hal yang baik dan buruk. Namun, bagaimana dengan mereka yang membaca tulisan saya? Sesulit memprediksi masa depan, saya juga tidak bisa menjamin setiap pembaca tulisan punya prinsip yang cukup kuat dalam menghadapi hal-hal tersebut. Saya tidak ingin nambah dosa dengan tanpa sengaja ngajak orang lain bertindak batil.


PILIHAN LAGU DAN BAGAIMANA ORANG MENILAI SAYA

Beberapa kali saya menemukan diri saya ragu untuk membuat daftar #nowplaying tiap bulannya. Sebab utamanya adalah jika lagu itu tampaknya akan membuat “nilai” saya di mata orang lain turun (ya mostly saat lagunya kpop). Seringkali saya takut dianggap nerd karena menyukai lagu-lagu yang dibawakan oleh pria-pria “banci”. LOL. Beberapa kali saya mengurungkan niat memasukkan sebuah lagu atau menurunkannya ke kategori “honorable mention” karena ketakutan tersebut. Padahal, di sisi lain saya sendiri merasa lagu-lagu tersebut punya makna dan hikmah tersendiri yang bisa dibagi pada para pembaca.

Pekan lalu saya baru saja menyelesaikan buku Fumio Sasaki berjudul “Goodbye, Things”. Di sana ia menjelaskan tentang bagaimana kita membangun “self-worth” atau nilai diri melalui barang-barang kita. Melalui barang-barang, kita ingin menunjukkan seberapa baiknya dan menariknya diri kita. Fumio Sasaki memberi contoh tentang kebiasaan lamanya mengoleksi kaset atau CD musik yang akhirnya ia sadari sebagai upayanya menunjukkan pada orang lain bahwa dirinya mengerti soal musik dan memiliki pengetahuan yang luas tentangnya. Kasus Fumio Sasaki ini sepertinya juga berlaku di saya. Selain lagu-lagu yang saya malu untuk tunjukkan, ada juga lagu-lagu yang secara tidak sadar “naik” dengan terpaksa karena saya takut dianggap tidak ngetrend karena tidak menyukai lagu tersebut.

Menyedihkan ya? Wkwk


PURA-PURA MENJADI MUSISI

Pembaca #nowplaying juga mungkin menyadari hal ini. Hampir pada semua lagu saya mencoba menganalisis aspek musikalitasnya. Ridiculous. Sejak kecil saya tidak punya background teori dan komposisi musik. Sekarang mau sok-sokan mengerti. Sama seperti kasus Fumio Sasaki yang saya sebutkan sebelumnya, niatnya biar kontennya semakin kaya dan biar keren karena ngerti musik (hahaha), tapi ya akhirnya gitu guys, jadinya maksa :”))) SAYA SENDIRI GAK NGERTI DENGAN APA YANG SAYA TULIS!

Saya kemarin sempat belajar sedikit-sedikit dari YouTube tentang music theory, tapi saya rasa ilmu yang belum matang tersebut malah jadi penghambat saya untuk merasakan musik setulus sebelumnya. Musik yang baik bagi saya sejak awal adalah yang mampu menyentuh hati. Meski ia dari genre yang belum pernah saya dengar sebelumnya, atau dari bahasa yang sangat berbeda dengan yang saya ketahui, musik yang baik akan tetap mampu mengkomunikasikan makna yang dibawanya.


CONCLUSION

Ketiga hal tersebut adalah faktor utama yang menghambat jalannya #nowplaying. Niatan awal yang tadinya sekadar berbagi musik-musik yang saya anggap bagus malah terdeviasi ke sana ke mari dan lepas dari keyakinan saya sebagai umat muslim. It was very time-consuming as I want to please everyone, but forgot to please me and other things that I would also like to do.

Untuk mengembalikan #nowplaying ke jalan yang benar (wkwk), berikut strategi yang saya persiapkan:

Saya akan hapus beberapa konten blog yang berpotensi nambah dosa saya yang membaginya dan kamu yang melihatnya. Saya juga akan lebih selektif terhadap lagu-lagu yang akan masuk ke #nowplaying. Tentunya saya akan mengutamakan lagu-lagu yang jujur, punya makna dalam, atau merupakan kritik terhadap isu tertentu (misal lagu “Instagram” oleh DEAN yang muncul di #nowplaying Januari 2018) supaya bisa lebih bermanfaat bagi kita yang mendengarnya. Saya juga tidak akan bertele-tele membahas musikalitasnya, wkwk. Perkara lagu itu lame atau semacamnya, biarlah. Yang bisa saya pastikan adalah lagu-lagu tersebut membawa pengaruh positif bagi saya, dan saya sangat senang untuk dapat membaginya dengan kalian.


Magelang, 8 April 2018

You Might Also Like

0 comment

Subscribe