Jangan Kau Jual Seluruh Isi Gelasmu

Juni 29, 2022

Saya suka analogi, dan analogi gelas beserta isinya menjadi salah satu favorit saya. Gelas biasa digunakan untuk menggambarkan kapasitas manusia dalam berkegiatan atau mempelajari sesuatu. Saya sendiri termasuk orang yang percaya bahwa kapasitas manusia terbatas, tidak semudah itu berkembang, melainkan cenderung tetap seperti sebuah gelas. Bila isinya sudah penuh, maka akan sulit untuk memasukkan informasi baru.

Sebelum mulai bekerja, saya sering membayangkan apa yang akan saya tulis dalam surat lamaran untuk memikat perhatian employer. Salah satunya adalah kalimat bernada, “Saya lebih dari siap untuk mengosongkan isi gelas saya dan mengisinya kembali dengan ilmu baru dari perusahaan Bapak.” Harapannya kalimat itu bisa mengekspresikan semangat dan kesediaan saya untuk belajar hal baru, yang mana menjadi salah satu kekuatan saya. Namun, pada akhirnya saya bahkan tidak diminta membuat surat lamaran di kantor saya yang sekarang, and those words were left unsaid.

Saat akhirnya bekerja, saya baru menyadari bahwa ego saya cukup tinggi. Saya sudah punya prinsip-prinsip yang berusaha saya jaga dan ternyata tidak semudah itu saya berkompromi. Selain itu, tidak semua hal yang saya dapatkan atau alami di kantor merupakan hal yang positif, dan ini jelas berlaku di mana saja, di kantor maupun kehidupan sehari-hari. Nyatanya, saya tidak mampu untuk mengosongkan seluruh isi gelas saya, dan saya pun juga tidak mampu langsung mengisinya dengan apa pun yang saya temui.

Hal ini bukan berarti buruk. Justru sebagai manusia kita perlu punya pendirian sehingga tidak mudah terombang-ambing. Pada akhirnya, ini bukan tentang seberapa banyak kita bisa menerima hal baru, tetapi tentang mengkurasi apa yang akan kita isi ke dalam gelas kita, seperti bagaimana gelas yang setengah terisi air sumur adalah lebih baik daripada gelas yang terisi penuh dengan air comberan.

 

You Might Also Like

0 comment

Subscribe