Aku suka Tablo. Kalau kamu suka musik atau nonton variety show Korea, mungkin kamu familiar dengan sosoknya. Namun, kalau kamu belum tahu, izinkan aku mengenalkannya. Dia adalah rapper dari grup hip-hop Korea, Epik High yang debut di tahun 2003. Quite old and quite a legend, pokoknya jangan ketipu sama wajah imutnya. Dia punya istri seorang aktris dan mereka punya seorang putri, Haru namanya.
Sebelum ia menjalani karir sebagai rapper di Korea, ia kuliah literatur di Standford, US. Interesting, isn’t it? Namun, yang membuatku suka sekali dengan Tablo adalah sikap kritis dan kejujurannya dalam berpendapat yang kadang cukup brutal, tetapi selalu bisa ia bawakan dengan cara yang menyenangkan. Tablo pernah punya podcast berbahasa Inggris yang tayang setiap pekan selama Agustus 2019 hingga Januari 2021 dan podcast ini menjadi salah satu sumber hiburan sekaligus momen reflektifku saat itu.
Dalam suatu episode berjudul “Time Travel”, Tablo membicarakan berbagai metode dan eksperimen perjalanan waktu yang dihadirkan di film-film, kemudian bagaimana setiap pilihan kita di masa kini atau masa lalu bisa menghadirkan alternative universe yang baru. Lalu, di penghujung podcast, tiba-tiba obrolan tiba pada topik Simulation Theory.
"The simulation theory is that like…” Tablo memulai penjelasannya. "In the future, we got so advanced, right? That we were able to create VR to the point where it was so real, that it's impossible to differentiate it from the reality. And that we created a simulation to live it and that simulation is the world we are living in right now. So all of us are in a simulation as suppose to an actual thing, right? People like Elon Musk are saying that it is a logical thing that can happen…”
Hmmm, interestiiiing~!
“If we were living in a simulation,” Tablo melanjutkan. “This will be an alternate universe to whatever is really out there. I don’t believe it. I don’t wanna believe it, I don’t wanna believe that my loved ones are.. you know, artificially created…”
Aku terkesan dengan penjelasan Tablo, tetapi sekaligus merasa miris karena teori tersebut merupakan penjelasan yang tepat untuk menggambarkan bagaimana dunia ini bekerja dalam sudut pandang muslim, atau setidaknya dalam sudut pandangku sebagai seorang muslim.
Dalam Islam, kita percaya bahwa Allah memiliki kuasa untuk menciptakan segala hal dan mengatur jalannya kehidupan. Bahkan sehelai daun pun tidak luput dari aturannya. Berkali-kali pula disebutkan dalam Al-Quran bahwa kehidupan ini merupakan tempat cobaan dan ujian. Tidak hanya dalam bentuk barang atau kondisi, manusia pun bisa menjadi ujian bagi manusia yang lain. Bahkan orang baik pun bisa menjadi ujian pula untuk kita, seperti keluarga dan teman-teman misalnya. Pada akhirnya, dunia ini hanyalah simulasi sebelum akhirnya kita kembali pada Allah di akhirat nanti dan menjalani kehidupan yang sesungguhnya.
Namun, lebih ironis lagi, sudah dua tahun berlalu sejak aku mendengar episode podcast itu dan mendapatkan kesimpulan yang mencerahkan, tetapi apakah aku selama ini sudah benar-benar hidup seperti dalam sebuah simulasi dari Allah? Ataukah selama ini aku terlena dan tertipu dengan gemerlapnya dunia ini?
How do you say about it, Tablo?